Halaman

Sabtu, 30 Maret 2013



Client Centered Therapy



The first I will talk about the definition of Client Centered Therapy
A. Definisi Client Centered Therapy
Client-Centered Therapy sering juga disebut Psikoterapi Non-Directive, atau Person Centered Therapy, yaitu suatu metode perawatan psikis yang dilakukan antara terapis dengan klien, agar tercapai gambaran yang serasi antara ideal self (diri klien yang ideal) dengan actual self ( diri klien sesuai kenyataan yang sebenarnya)
Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutkannya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client-centered adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan klien terhadap dunia subjektif dan fenomenanya.
Terapis berfungsi terutama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi kliennya dengan jalan membantu kliennya itu dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah.
Pendekatan client-centered manaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. Hubungan terapeutik antara terapis dan klien merupakan katalisator bagi perubahan; klien menggunakan hubungan yang unik sebagai alat unuk meningkatkan kesadaran dan untuk menemukan sumber-sumber terpendam yang bisa digunakan secara konstruktif dalam pengubahan hidupnya.
Rogers menentang asumsi dasar bahwa “terapis tahu apa yang terbaik“. Dia juga menentang kesahihan dari prosedur terapeutik yang telah secara umum bisa diterima seperti nasehat, saran, himbauan, pemberian pengajaran, diagnosis, dan tafsiran. Didasarkan pada keyakinannya bahwa konsep dan prosedur diagnostik kurang memadai, berprasangka, dan sering kali disalah gunakan, maka pendekatannya tidak dengan menggunakan cara tersebut. Terapis-direktif menghindar dari usaha untuk melibatkan dirinya dengan urusan klien, dan sebagai gantinya mereka memfokuskan terutama pada merefleksi dan komunikasi verbal dan non-verbal dari klien.
 Asumsi dasarnya adalah bahwa orang itu secara esensial bisa dipercaya, memiliki potensi yang besar untuk memahami dirinya dan menyelesaikan masalah mereka tanpa intervensi langsung dari pihak terapis, dan bahwa mereka ada kemampuan untuk tumbuh sesuai dengan arahan mereka sendiri apabila mereka terlibat dalam hubungan terapeutik.

B. Tujuan Client Centered Therapy



Tujuan terapi ini dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
©Tujuan personality grow-type, misalnya pertumbuhan gaya hidup secara positif, pengintegrasian kepribadian, atau pengurangan konflik-konflik intrapsikis.
©Cure type, berisi tujuan yang lebih spesifik, misalnya, reduksi simptom-simptom rasa sakit, menjadi lebih tegas (assertive), membuat keputusan vokasional yang efektif, dsb.
Client Centered Therapy pada dasarnya memiliki tujuan yang termasuk kedalam personality growth type karena tujuan utamanya adalah reorganisasi self, sedangkan pada tujuan-tujuan tipe problem solving tidak mengandung unsur reorganisasi self.
Dinyatakan pula bahwa tujuan pendekatan ini adalah meningkatkan keterbukaan pengalaman sehingga akan meningkatkan self konsep dengan pengalaman-pengalamannya, sehingga akan tumbuh menjadi More fully function person.
Tujuan dasar terapi client centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu mengembangkan agar klien bisa memahami hal-hal yang berada di balik topeng yang dikenakannya. Klien mengembangkan kepura-puraan dan bertopeng sebagai pertahanan terhadap ancaman. Sandiwara yang dimainkan oleh klien menghambatnya untuk tampil utuh di hadapan orang lain dan dalam usahanya untuk menipu orang lain, ia menjadi asing terhadap dirinya sendiri.
Tujuan-tujuan terapi yang telah diuraikan di atas adalah tujuan-tujuan yang luas, yang menyajikan suatu kerangka umum untuk memahami arah gerakan terapeutik. Terapis tidak memilih tujuan-tujuan yang khusus bagi klien, tonggak terapi client centered adalah anggapannya bahwa klien dalam hubungannya dengan terapis yang menunjang.
Memiliki kesanggupan untuk menentukan dan menjernihkan tujuan-tujuannya sendiri. Bagaimanapun, banyak terapis yang mengalami kesulitan dalam memperbolehkan klien untuk menetapkan sendiri tujuan-tujuannya yang khusus dalam terapi. Meskipun mudah untuk berpura-pura terhadap konsep "klien menemukan jalan sendiri", ia menuntut terhadap respek terhadap klien dan keberanian pada terapis untuk mendorong klien agar bersedia mendengarkan dirinya sendiri dan mengikuti arah-arahnya sendiri terutama pada saat klien membuat pilihan-pilihan yang bukan merupakan pilihan-pilihan yang diharpkan oleh terapis.

C. Konsep Dasar Client Centered Therapy



Client Centered Therapy sering pula dikenal sebagai teori nondirektif dimana tokoh utamanya adalah Carl Rogers. Rogers adalah seorang empirisme yang mendasarkan teori-teorinya pada data mentah, ia percaya pentingnya pengamatan subyektif, ia percaya bahwa pemikiran yang teliti dan validasi penelitian diperlukan untuk menolak kecurangan diri (self-deception). Yang mana Rogerian tidak hanya berisi pertanyaan-pertanyaan teori tentang kepribadian dan psikoterapi, tetapi juga suatu pendekatan, suatu orientasi atau pandangan tentang kehidupan.
Rogers membangun teorinya ini berdasarkan penelitian dan observasi langsung terhadap peristiwa-peristiwa nyata, dimana pada akhirnya. ia memandang bahwa manusia pada hakekatnya adalah baik.
Beberapa konsepsi Rogers tentang hakekat manusia (human being) adalah sebagai berikut:
a. Manusia tumbuh melalui pengalamannya, baik melalui perasaan, berfikir, kesadaran ataupun penemuan.
b.  Hidup adalah kehidupan saat ini dan lebih dari pada perilaku-perilaku otornatik yang ditentukan oleh kejadian-kejadian masa lalu, nilai-nilai kehidupan adalah saat ini dari pada masa lalu, atau yang akan datang.
c.  Manusia adalah makhluk subyektif, secara, esensial manusia hidup dalam pribadinya sendiri dalam dunia subjektif
d.  Keakraban hubungan manusia merupakan salah satu cara seseorang paling banyak memenuhi kebutuhannya.
e.  Pada umumnya. setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan untuk bebas, spontan, bersama-sama dan saling berkomunikasi.
f.  Manusia memiliki kecenderungan ke arah aktualisasi, yaitu tendensi yang melekat pada organisme untuk mengembangkan keseluruhan kemampuannya dalam cara memberi pemeliharaan dan mempertinggi aktualisasi diri.
Dimana, Rogers mengemukakan beberapa pendapatnya sebagai berikut:
- Kecenderungan aktualisasi diri merupakan motivasi pertahanan utama dari organisme manusia.
-  Merupakan fungsi dari keseluruhan organisme.
-  Merupakan konsepsi luas dari motivasi, termasuk pernenuhan kebutuhan dan motif-motifnya.
- Kehidupan adalah suatu proses aktif dan memiliki kapasitas untuk aktualisasi dirimereka sendiri.
-  Manusia adalah makhluk yang baik, konstruktif atau reliable, dan menjadi
   bijaksana karena kemampuan intelektualnya.

D. Ciri-ciri client-centered Therapy


Rogers tidak mengemukakan client-centered sebagai suatu pendekatan terapi dan tuntas. la mengharapkan orang lain akan memandang teorinya sebagai sekumpulan prinsip percobaan yang berkaitan dengan perkembangan proses terapi.
Rogers (1974, h. 213-214) menguraikan ciri-ciri yang membedakan pendekatan client-centered dari pendekatan-pendekatan lain. Berikut ini adaptasi dari uraian Rogers:
©Pendekatan client centered difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Klien sebagai sebagai orang yang paling mengetahui dirinya sendiri, adalah orang yang harus menemukan tingkah laku yang lebih panas bagi dirinya.
©Pendekatan client centered menekankan dunia fenomenal klien. Dengan empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami klien. Dengan simpati yang cermat dan dengan usaba untuk memahami kerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian terutama pada persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia.
©Prinsip-prinsip psikoterapi yang sama diterapkan pada semua orang yang 99 normal" yang "neurotik" dan yang "psikotik". Berdasarkan konsep bahwa hasrat untuk bergerak menuju kematangan psikologis berakar dalam pada manusia, prinsip-prinsip terapi clientbcentered diterapkan pada individu yang fungsi psikologisnya berada pada taraf yang relatif normal maupun individu yang derajat penyimpangan psikologisnya lebih besar.

Menurut pendekatan client centered, psikoterapi hanyalah salah satu contoh dari hubungan pribadi yang konstruktif. Klien mengalami pertumbuhan psikoterapeutik di dalam dan melalui hubungan dengan seseorang yang membantunya melakukan apa yang tidak bisa dilakukannya sendirian. Itu adalah hubungan dengan terapis yang selaras (menyeimbangkan tingkah laku dan ekspresi eksternal dengan perasaan-perasaan dan pemikiran-pemikiran internal), bersikap menerima dan empatik yang bertindak sebagai agen perubahan terapeutik pada klien.
Rogers mengajukan hipotesis bahwa ada sikap-sikap tertentu pada pihak terapis (ketulusan, kehangatan, dan penerimaan yang nonposesif, dan empati yang akurat) yang membentuk kondisi-kondisi yang diperlukan dan memadai bagi keefektifan terapeutik pada klien. Terapi client centerd memasukan konsep bahwa fungsi terapis adalah tampil langsung dan bisa dijangkau oleh klien serta memusatkan perhatian pada pengalaman disini dan sekarang yang tercipa melalui hubungan antar klien.
Barangkali lebih daripada pendekatan psikoterapi tunggal yang lainnya, teori client centered dikembangkan melalui penelitian tentang tentang proses dan hasil terapi. Teori client centered bukanlah suatu teori yang tertutup, melainkan suatu teori yang tumbuh melalui observasi-observasi konseling bertahun-tahun dan yang secara sinambung berubah sejalan dengan peningkatan pemahaman terhadap manusia dan terhadap proses terapeutik yang dihasilkan oleh penelitian-penelitian baru.
Jadi, terapi client centered bukanlah, sekumpulan teknik, juga bukan satu dogma. Pendekatan client centered, yang berakar pada sekumpulan sikap dan kepercayaan yang ditunjukan oleh terapis, barangkali paling tepat dicirikan sebagai suatu cara, ada dan sebagai perjalanan bersama di mana baik terapis maupun klien memperlihatkan kemanusiaannya dan berpartisipasi dalam pengalaman pertumbuhan.

E. Proses dan Prosedur Terapi


Pemahaman dari proses dan prosedur terapi ini dapat dilakukan melalui tiga hal, yaitu:
a. Kondisi-kondisi terapi
Rogers percaya bahwa keterampilan-keterampilan teknis dan latihan-latihan khusus tidak menjamin keberhasilan therapy, tetapi sikap-sikap tertentu dari terapis merupakan elemen penting dalam perubahan klien. Sikap tertentu tersebut merupakan Condition Variable atau Facilitative Conditions, termasuk sebagai berikut:
- Dalam relationship, therapist hendaknya tampil secara. kongruen atau tampil apa  adanya (asli).
- Penghargaan tanpa syarat terhadap pengalaman-pengalaman klien secara positif dan penerimaan secara hangat.
 - Melakukan emphatik secara akurat.
 Dengan kondisi tersebut memungkinkan klien mampu menerima terapis sepenuhnya, di samping terjadinya iklim Therapeutik. Clint Centered juga sering dideskripsikan sebagai konseling, konselor tampak passive, karena kerja konselor hanya mengulang apa yang diucapkan klien sebelumnya, bahkan sering dikatakan sebagai teknik wawancara khusus. Hal ini disebabkan karena mereka melihat permukaannya saja. Ketiga kondisi di atas, tidak terpisah satu dengan yang lain masing-masing saling bergantung dan berhubungan, di samping itu, terdapat beberapa konsidi yang memudahkan komunikasi, seperti sikap badan, ekspresi wajah, nada suara, komentar-komentar yang akurat.
Menurut pandangan pendekatan client centered, penggunaan teknik-teknik sebagai muslihat terapis akan mendepersonalisasikan hubungan terapis klien. Teknik-teknik harus menjadi suatu pengungkapan yang jujur dari terapis, dan tidak bisa digunakan secara sadar diri sebab,dengan demikian, terapis tidak akan menjadi sejati.
Hart (1970) membagi perkembangan teori Rogers ke dalam tiga periode sebagai berikut:
Periode 1 (1940-1950:        Psikoterapi nondirektif Pendekatan ini menekankan penciptaan iklim permisif dan noninterventif. Penerimaan dan klarifikasi menjadi teknik-teknik yang utama. Melalui terapi nondirektif, klien akan mencapai pernahaman atas dirinya sendiri dan atas situasi kehidupannya.
Periode 11 (1950-1957):      Psikoterapi reflektif terapis terutama merefieksikan perasaan-perasaan klien dan menghindari ancaman dalam hubungannya dengan kliennya. Melalui terapi reflektif, klien marnpu mengembang kan keselarasan antara konsep diri dan konsep diri yang idealnya.
Periode 111 (1957-1970):        Psikoterapi eksperiensial tingkah laku yang luas dari terapis yang mengungkapkan sikap-sikap dasar menandai pendekatan terapi eksperiensial ini. Terapi difokuskan pada. apa yang sedang dialami oleh klien dan pada pengungkapan apa. yang sedang dialami oleh terapis. Klien tumbuh pada suatu rangkaian keseluruhan. (Continuum) dengan belajar menggunakan apa yang sedang langsung dialami.

F. Fungsi dan Peran Terapis



Peran terapis client centered berakar pada cara-cara. keberadaannya dan sikap-sikapnya, bukan pada penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadi "berbuat sesuatu". Penelitian tentang terapi client centered tampaknya menunjukan bahwa yang menuntut perubahan kepribadian klien adalah sikap-sikap terapis alih-alih pengetahuan, teori-teori atau teknik-teknik yang dipergunakannya. Pada dasarnya terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai alat untuk mengubah. Dengan menghadapi klien pada araf pribadi ke pribadi, maka "peran" terapis adalah tanpa peran.
Adapun fungsi terapis adalah membangun suatu iklim terapeutik yang menunjang pertumbuhan klien. Jadi, client centered membangun hubungan yang membantu dimana klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area kehidupannya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Klien menjadi kurang defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan-kemingkinan yang ada dalam dirinya maupun dalam dunia.
Yang pertama dan terutama, terapis harus bersedia menjadi nyata dalarn hubungan dengan klien terapis menghadapi klien berlandaskan pengalaman dari saat ke saat dan membantu klien dengan kategori diagnostik yang telah dipersiapkan. Melalui perhatian yang tulus, respek, penerimaan. dan pengertian terapis, klien bisa menghilangkan pertahanan-pertahanan dan persepsi-persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi pribadi yang jelas tinggi.

G. Kontribusi dan Kelemahan Pendekatan Client Centered

Pendekatan client centered merupakan corak yang dominan yang digunakan dalam pendidikan terapis. Salah satu alasannya adalah, terapi client centered memiliki sifat keamanan. Terapi client centered menitik beratkan mendengar aktif, memberikan respek kepada klien, memperhitungkan kerangka acuan intemal klien, dan menjalin kebersamaan dengan klien yang merupakan kebalikan dari menghadapi klien dengan penafsiran-penafsiran. Para terapis client centered secara khas merefleksikan isi dan perasaan-perasaan, menjelaskan pesan-pesan, membantu para klien untuk memeriksa sumber-sumbemya sendiri, dan mendorong klien untuk menemukan cara-cara pemecahannya sendiri. Jadi, terapi client centered jauh lebih aman dibanding dengan model terapi lain yang menempakan terapi pada posisi direktif, membuat penafsiran-penafsiran, membentuk diagnosis ke arah pengubahan kepribadian secara radikal.
Pendekatan client centered dengan berbagai cara memberikan sumbangansumbangan kepada situasi-siuasi terapi individual maupun kelompok. la memberikan landasan hurnanistik bagi usaha memahami dunia subjektif klien, memberikan peluang yang jarang kepada klien untuk sungguh-sungguh didengar dan mendengar. Pendekatan client centered menyajikan kepada klien umpan balik langsung dan khas dari apa yang baru dikomunikasikannya. Terapis bertindak sebagai cermin, merefleksikan perasaan kliennya yang lebih mendalam. Jadi, klien memiliki kemungkinan untuk mencapai fokus yang lebih maju dan makna. yang lebih dalam bagi aspek-aspek dari strukur dirinya yang sebelumnya hanya diketahui sebagian oleh klien.
Teori client centered tidak terbatas pada psikoterapi. Rogers menunjukan bahwa teorinya memiliki implikasi-implikasi bagi pendidikan, bisnis, industri, dan hubungan internasional. Jelas bahwa pendekatan client centered memiliki implikasi-implikasi bagi psikoterapi, pelatihan para petugas kesehatan mental, kehidupan keluarga dan bagi segenap hubungan interpersonal (Rogers, 1961).
Kelemahan pendekatan client centered terletak pada cara sejumlah pempraktek yang salah menafsirkan atau menyederhanakan sikap-sikap sentral dari posisi client centered. Tidak semua terapis bisa mempraktekan client centered, sebab banyak terapis yang tidak mempercayai filsafat yang melandasinya. Satu. kekurangan dari pendekaan client centered adalah adanya jalan yang menyebabkan sejumlah pempraktek menjadi terlalu terpusat pada klien sehingga mereka sendiri merasa kehilangan rasa sebagai pribadi yang unik. Secara paradoks, terapis dibenarkan berfokus pada klien sampai batas tertentu. sehingga menghilangkan nilai kekuatannya sendiri sebagai pribadi dan oleh karenanya kepribadiannya kehilangan pengaruh.

Beberapa kritik lain terhadap client centered:


- Terlalu menekankan pada aspek afektif, emosional, perasaan sebagai penentu perilaku, tetapi melupakan faktor ineraktif, kognitif dan rasional
-  Penggunaan informasi untuk membantu klien, tidak sesuai dengan teori
- Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas, umum dan longgar sehingga sulit untuk menilai setiap individu
-  Meskipun terbukti bahwa client centered therapy diakui efektif , tapi bukti-bukti tidak cukup sistematis dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggung jawabnya
- Sulit bagi terapis untuk benar-benar bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal






http://www.psychoheresy-aware.org/e-books/ECP-ebk.pdf

Kamis, 21 Maret 2013


Existentialism Humanism Therapy



After I’m talking about Psychoanalysis Therapy in my last post, next we are talking about Existentialism Humanism Therapy. Are you interested? J

The firs let us to understand  the definition.
Eksistensial  Humanistik Terapi adalah terapi yang sesuai dalam memberikan bantuan kepada klien. Karena teori ini mencakup pengakuan eksistensialisme terhadap kekacauan, keniscayaan, keputusan manusia ke dalam tempat dia bertanggung jawab atas dirinya.

Pendekatan Humanistik-eksistensial tentang Manusia
Di lingkungan Psikologi, secara umum terdapat 3 aliran besar atau pendekatan yang di dalamnya terdiri dari para ahli yang berupaya menjabarkan perilaku manusia, baik yang normal maupun yang menyimpang. Salah satu pendekatannya adalah yang disebut Humanistik-eksistensial. Secara umum, para ahli yang tergabung di pendekatan Humanistik ini percaya bahwa setiap individu memiliki potensi positif, yang sebenarnya dapat menjawab atas setiap pertanyaan atau masalah yang dihadapi. Ketika seseorang itu tidak dapat melihat alternatif solusi dari masalahnya, itu berarti ia tidak melihat kemampuan yang dimilikinya sehingga butuh seseorang yang membantunya menemukan jawaban tersebut. tokoh yang paling terkenal adalah Abraham Maslow

Pendekatan psikologi humanistik–eksistensial berfokus pada kondisi manusia yang menekankan pada pemahaman atas manusia itu sendiri (Gerald, 1999). Ada beberapa pandangan dari pendekatan ini tentang manusia yaitu :

1. Kesadaran diri :
Manusia memiliki kesanggupan yang unik dan nyata untuk menyadari dirinya sendiri dan yang memungkinkannya untuk berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada diri orang itu. Kesanggupan untuk menemukan dan memilih alternatif-alternatif adalah aspek yang esensial pada manusia.

2. Kebebasan, tanggung jawab dan kecemasan :


Kebebasan untuk memilih dan bertindak pada diri manusia harus disertai tanggung-jawab. Manusia bertanggung-jawab atas keberhasilan maupun kegagalannya, atas kebahagiaan maupun kesedihannya. Kesadaran akan kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang merupakan atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga dapat diakibatkan oleh kesadaran atas adanya keterbatasan diri dan atas kemungkinan yang tidak terhindarkan untuk mati. Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan manusia sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa ia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya.
3. Penciptaan makna :
Manusia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang memberikan makna bagi kehidupan melalui interaksi dengan sesama dan lingkungan. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna dengan sesama atau lingkungannya dapat membuat manusia itu merasa terasing dan kesepian sehingga tidak tercipta makna bagi kehidupan yang dijalaninya. Pemahaman akan potensi diri dan kemampuan yang dimiliki manusia yang unik ini perlu diisi dengan adanya pemaknaan diri dalam menjalani kehidupan ini sehingga segala sesuatunya dapat dijalani dengan penuh rasa tanggung jawab yang akhirnya akan mendatangkan kedamaian bagi diri sendiri dan lingkungan.

 Tujuan dari terapi Eksistensial Humanistik adalah :


a. Menolak hasil deterministik pada ciptaan manusia.
b. Orang- orang bebas dan bertanggung jawab untuk tiap pilihan dan tindakan mereka.
c.   Orang- orang adalah pengarang untuk hidup mereka.
d.  Terapi eksistensial membuat klien merefleksi pada hidup, mengenali adanya banyak pilihan, dan menentukan antara pilihan- pilihan itu.
e.  Mengenali cara- cara yang mereka terima secara pasif dalam lingkungan mereka dan menyerah, sehingga diperlukan kesadaran untuk membentuk hidup yang dimiliki untuk menggali potensi- potensi agar hidup lebih bermakna.
f.   Menantang manusia untuk menemukan makna dan tujuan hidup melalui penderitaan, pekerjaan dan cinta.

DASAR TERAPI EKSISTENSIAL


Falsafat Eksistensial  Humanistik Sebagai Dasar Terapi Eksistensial . Area filosofi yang berhubungan dengan makna keberadaan. Menanyakan pertanyaan- pertanyaan tentang masalah- masalah cinta, kematian, dan juga makna hidup.Bagaimana seseorang berhubunga dengan nilai dan makna hidup seseorang. dunia berubah sesuai pemikiran orang yang berubah.
 Ide- ide tentang dunia = pembangunan manusia“berada di dunia” = seseorang tidak bisa berada di dunia tanpa sebuah dunia dan sebuah dunia tidak bisa ada tanpa seseorang(makhluk) untuk menyadarinya.
 Harus belajar tentang manusia- manusia dalam dunia mereka. Jangan memikirkan pertanyaan- pertanyaan tentang kenapa. Mereka memikirkan tentang pernyataan-pernyataan.
 Mereka tidak mengabaikan atau menjelaskan masalah- masalah manusia seperti etika-etika atau moral.
 Mereka tidak memikirkan diri mereka sendiri tentang konflik dari pemilihan etika-etika atau moral tapi lebih menerimanya sebagai bagian penting dari manusia- manusia untuk begitu. nJangan memikirkan pertanyaan- pertanyaan tentang kenapa.
 Mereka memikirkan tentang pernyataan-pernyataan.
 Mereka tidak mengabaikan atau menjelaskan masalah- masalah manusia seperti etika-etika atau moral.
 Mereka tidak memikirkan diri mereka sendiri tentang konflik dari pemilihan etika-etika atau moral tapi lebih menerimanya sebagai bagian penting dari manusia- manusia.

Enam Dimensi Dasar Manusia Menurut Teori Eksistensial

1. Kapasitas Untuk Sadar Akan Dirinya
a. Semakin tinggi kesadaran kita, semakin tinggi kemungkinan kita untuk merasakan kebebasan.
b. Kesadaran adalah menyadari bahwa:
 kita tercipta pasti– waktu terbatas
 Kita punya potensi, pilihan, untuk bertindak ataupun tidak bertindak.
 Makna tidak otomatis - kita harus mencarinya
 Kita adalah subjek kesepian, tak berarti, kekosongan, bersalah, dan pengasingan.
2. Kebebasan Dan Tanggung Jawab
a. Orang- orang bebas memilih diantara pilihan- pilihan dan mempunyai peran yang besar dalam membentuk takdir orang- orang.
b. Perilaku bagaimana kita hidup dan menjadi apa kita adalah hasil dari pilihan kita.
c. Orang- orang harus menerima tanggung jawab untuk menentukan hidup mereka sendiri.
3. Usaha untuk mendapatkan identitas dan bisa berhubungan dengan orang lain
a. Identitas adalah“ keinginan untuk menjadi” ~ kita harus mempercayai diri kita sendiri untuk mencari dan menemukan jawaban- jawaban kita sendiri.
b. kesendirian ~ kita harus menoleransi dengan harus mempunyai hubungan dengan diri.
c. Berjuang dengan identitas –terjebak dalam melakukan model untuk menghindari pengalaman      menjadi.
d. Hubungan ~ yang terbaik dari hubungan kita adalah jika berdasarkan pada keinginan untuk memenuhi, bukan untuk kepentingan kita.
4. Pencarian makna
a. makna ~ seperti kesenangan, makna harus didapatkan dengan cara yang bebas.
b. “keinginan untuk berarti” adalah dorongan yang paling utama.
c. Hidup tidak bermakna dengan sendirinya; setiap orang harus mencari dan menemukan maknanya sendiri.
d. Tujuan berhubungan dengan : Membuang nilai- nilai lam, Koping dengan ketidakberartian, Menciptakan makna baru.
5. Kecemasan sebagai kondisi dalam hidup
a. Keresahan muncul dari dorongan untuk survive dan mempertahankan keberadaan diri.
b. keresahan eksistensial adalah normal meskipun kematian bisa datang tanpa keresahan.
6. Kesadaran akan kematian dan ketiadaan.
a. Kesadaran akan kematian adalah kondisi dasar manusia yang memberikan signifikansi untuk hidup.
b. Kita harus berfikir akan kematian jika kita ingin ada signifikansi dalam hidup.
c. Jika kita bertahan melawan kematian hidup kita akan menjadi sempit dan tak berarti.
d. Kita belajar hidup untuk saat sekarang dan pada satu hari hasil dari usaha dan kreatifitas untuk hidup.

PROSEDUR DAN TEHNIK TERAPI


Ada tiga tahap proses terapi yaitu
1. Terapis membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka tentang dunia. Klien diajak untuk mendefinisikan dan menanyakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Mereka meneliti nilai mereka, keyakinan, serta asumsi untuk menentukan kesahihannya. Bagi banyak klien hal ini bukan pekerjaan yang mudah, oleh karena itu awalnya mereka memaparkan problem mereka. Terapis disini mengajarkan mereka bagaimana caranya untuk bercermin pada eksistensi mereka sendiri dan meneliti peranan mereka dalam hal penciptaan problem mereka dalam hidup
2. Klien didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai mereka. Proses eksplorasi diri ini biasanya membawa klien ke pemahaman baru dan berapa restrukturisasi dari nilai dan sikap mereka. Klien mendapat cita rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yang mereka anggap pantas. Mereka mengembangkan gagasan yang jelas tentang proses pemberian nilai internal mereka.
3. Terapi eksistensial berfokus pada menolong klien untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran terapi adalah memungkinkan klien untuk bisa mencari cara pengaplikasikan niali hasil penelitian dan internalisasi dengan jalan kongkrit. Biasanya klien menemukan jalan mereka untuk menggunakan kekuatan itu demi menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.

TUGAS TERAPIS EKSISTENSIAL

a. Mengundang klien untuk bagaimana mereka mengijinkan orang lain memutuskan untuk diri mereka
b. Mengajak klien untuk melangkah maju secara otonomi.
c. “meskipun sekarang anda mempunyai pola yang anda lakukan, apakah anda mau membuat pola yang baru?”

 PENGALAMAN KLIEN

Dalam terapi pendekatan ini, klien mampu mengalami secara subjektif persepsi-persepsi tentang dunianya. Dia harus kreatif dalam proses terapeutik, sebab dia harus memutuskan ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa, dan kecemasan-kecemasan apa yang akan dieksplorasinya. Memutuskan untuk menjalani terapi saja sering merupakan tindakan yang menakutkan. Dengan kata lain, klien dalam terapi pendekatan ini terlibat dalam pembukaan pintu menuju diri sendiri. Pengalaman sering menakutkan atau menyenangkan, mendepresikan atau gabungan dari semua perasaan tersebut. Dengan membuka pintu yang tertutup, klien mulai melonggarkan belenggu deterministik yang telah menyebabkan dia terpenjara secara psikologi. Lambat laun klien menjadi sadar, apa dia tadinya dan siapa dia sekarang serta klien lebih mampu menetapkan masa depan macam apa yang diinginkannya. Melalui proses terapi, klien bisa mengeksplorasi alternatif-alternatif guna membuat pandangan-pandangannya menjadi riil.

HUBUNGAN ANTARA KLIEN DAN TERAPIS

a. Terapi adalah perjalanan yang dilakukan oleh klien dan terapis.
 Kuncinya adalah hubungan orang per orang
 Hubungan itu menuntut terapis untuk melakukan kontak dengan dunia fenomenologis mereka sendiri.
b. Inti dari hubungan terapik
 hormat, dan yakin terhadap potensi klien.
 berbagi reaksi dan kepedulian serta empati yang tulus.

KRITIK EKSISTENSIAL HUMANISTIK TERAPI
Salah satu kritik terhadap psikologi ekstensial adalah ketika psikologi telah diperjuangkan untuk dapat membebaskan diri dari dominisi filsafat, justru psikologi ekstensial secara terang-terangan menyatakan kemuakkannya terhadap positivisme dan determinisme. Para psikolog di Amerika yang telah memperjuangkan kemerdekaan psikolog dari filsafat jelas menentang keras segala bentuk hubungan baru dengan filsafat. Banyak psikolog merasa bahwa psikologi ekstensial mencerminkan suatu pemutusan yang mengerikan dengan jajaran ilmu pengetahuan, karena itu membahayakan kedudukan ilmu psikologi yang telah diperjuangkan dengan begitu susah payah. Salah satu konsep ekstensial yang paling ditentang oleh kalangan psikologi “ilmiah” ialah kebebasan individu untuk menjadi menurut apa yang diinginkannya. Jika benar, maka konsep ini sudah pasti meruntuhkan validitas psikologi yang berpangkal pada konsepsi tentang tingkah laku yang sangat detrministic. Karena jika manusia benar-benar bebas menentukan eksistensinya, maka seluruh prediksi dan control akan menjadi mustahil dan nilai eksperimen menjadi sangat terbatas.
(Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner, 1993). Banyak psikolog dan sarjana psikolog baik dalam maupun luar negeri mempertanyakan keberadaan analisis eksistensial. Yang mereka mempertanyakan menyangkut dasar-dasar ilmiah dari analisi sekstensial. Psikologi sebagai ilmu telah lama diupayakan untuk melepaskan diri dan berada jauh dari filsafat. Psikologi harus merupakan suatu science (ilmu pasti alami) yang independent. Padahal, analisis ekstensial mengeritik ilmu (science) dan mengambil manfaat dari filsafat (fenomenologi dan eksistensialisme). Atas dasar itu, banyak sarjana psikologi yang bertanya, apakah analisis eksistensial relevan dengan perkembangan ilmu psikologi modern ?.
Jawaban atas pertanyaan itu tergantung pada pemahaman kita tentang manusia. Siapakah atau apakah manusia itu ?. Apakah manusia pada dasarnya hanya merupakan bagian dari organisme dan atau dari materi (aspek fisik kehidupan) ? Jika kita memahami manusia sebagaimana para behavioris atau psikoanalisis memahaminya, yakni bahwa manusia pada dasarnya merupakan bagian dari organisme atau materi, maka analisis eksistensial tampaknya tidak diperlukan. Cukup dengan pendekatan kuantitatif dan medis, dengan eksperimen dan pembedahan otak manusia, maka kita sudah cukup mampu memahami dan menyembuhkan individu (manusia) yang bermasalah (patologis). Namun, dalam praktek atau kenyataan, kita menyaksikan bahwa manusia ternyata jauh lebih kompleks dari sekedar organisme dan materi. (Zainal A., 2002).
Pendekatan ini paling sering dikritik karena kelemahannya dalam metodologi. Sementara kritikus mengeritiknya karena bahasa dan konsepnya yang mistikal, kritikus lainya menolaknya karena menganggapnya sebagai gerakan sementara yang berlandaskan reaksi terhadap pendekatan ilmiah dan positivistik. Orang-orang yang menyukai praktek terapi yang berlandaskan penelitian menekankan bahwa konsep-konsep itu harus benar secara empiris, bahwa definisi-definisi harus dibuat operasional, dan bahwa hipotesi-hipotesis harus dapat diuji.
Meskipun kritik-kritik itu memiliki landasan-landasan pembenaran, terapi ekstensial sesungguhnya menekankan aspek-aspek yang unik oleh pendekatanpendekatan lain diabaikan. Fokus pada sifat manusia, pentingnya hubungan antara terapis dan klien, dan kebebasan klien untuk menentukan klien untuk menentukan nasibnya sendiri adalah aspek-aspek yang berarti. Pendekatan ekstensial-humanistik tidak mengecilkan manusia menjadi kumpulan naluri ataupun hasil pengondisian. Alih-alih ia menyajikan suatu filsafat yang menjadi landasan bagi praktek terapi. Pendekatan ekstensial mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Selain itu, pendekatan ekstensial juga menunjukan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan ekstensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia kesadaran diri dan kebebasan yang konsistan. Bagi para eksistensialis, pemberian penghargaan kepada pandangan baru tentang kematian adalah suatu hal yang positif, bukan suatu tidak sehat yang menjadi pengganti ketakutan, sebab kematian memberikan makna pada hidup. Selanjutnya, para ekstensialis telah menyumbangkan suatu dimensi baru kepada pemahaman atas kecemasan, perasan berdosa, frustasi, kesepian, dan keterkucilan.


http://books.google.co.id/books?id=buwj_j_4mukC&pg=PA354&lpg=PA354&dq=eksistensial+humanistik+terapi&source=bl&ots=LR_NU-b7Sr&sig=fk9zjmADYzqERXsHIbdB2za2wkY&hl=id&sa=X&ei=RJZCUYOuAo2qrAf4lIH4Cg&ved=0CC8Q6AEwAQ#v=onepage&q=eksistensial%20humanistik%20terapi&f=false http://books.google.co.id/books?id=buwj_j_4mukC&pg=PA354&lpg=PA354&dq=eksistensial+humanistik+terapi&source=bl&ots=LR_NU-b7Sr&sig=fk9zjmADYzqERXsHIbdB2za2wkY&hl=id&sa=X&ei=RJZCUYOuAo2qrAf4lIH4Cg&ved=0CC8Q6AEwAQ#v=onepage&q=eksistensial%20humanistik%20terapi&f=false
http://enamkonselor.files.com/2012/05/terapieksistensial.pdf