Halaman

Jumat, 19 April 2013



RATIONAL EMOTIVE THERAPY


A.  Pengertian dan Konsep Dasar
Rational Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada tahun 1960-an oleh Albert Ellis, yang berpandangan bahwa RET merupakan terapi yang sangat komprehensif, yang menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan emosi, kognisi, dan perilaku.
Rasional emotive adalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.

1.        Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
2.       Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
3.       Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Selain itu, Ellis juga menambahkan D, E dan F untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus me­lawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psi­kologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional. Sehingga lahir perasaan(feelings; F) yaitu perangkat perasaan yang baru, dengan demikian kita tidak akan merasa tertekan, melainkan kita akan merasakan segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada. Teori pendekatan DEF dari ellis jika digambarkan dalam bentuk bagan adalah demikian: D (disputing intervention) E (effect) F (new Feeling)



- D adalah yang meragukan atau membantah. Pada isensinya merupakan aplikasi dari metode ilimiah untuk menolong klien membantah keyakinan irasional. Ellis dan Bernard (1986) melukiskan tiga komponen dari proses membantah ini:
Pertama: klien belajar cara mendeteksi keyakinan irasional mereka, terutama kemutlakan seharusnya dan harus, sifat berlebihan, dan pelecehan pada diri sendiri.
Kedua: klien memperdebatkan keyakinan yang disfungsional itu dengan belajar cara mempertanyakan semua itu secara logis dan empiris dan dengan sekuat tenaga mempertanyakan kepada diri sendiri serta berbuat untuk tidak mempercayainya.
Ketiga: klien belajar untuk mendiskriminasikan keyakinan yang irasional dan rasional.
- E adalah falsafah efektif, yang memiliki segi praktis. Falsafah rasional yang baru dan efektif terdiri dari menggantikan yang tidak pada tempatnya dengan yang cocok. Apabila itu berhasil maka akan tercipta F atau new feeling
- F adalah perangkat perasaan yang baru. Kita tidak lagi merasakan cemas yang sungguh-sungguh, melainkan kita mengalami segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada.


Premis mayor Terapi Rasional Emotif adalah bahwa apa yang dikatakan klien pada dirinya memberikan pengaruh yang sangat besar pada bagaimana ia merasa dan bertingkah laku (Ellis, 1973). Dalam hal ini, klien berusaha menghilangkan pikiran tidak rasional dengan self talk yang positif. self talk), supaya ia dapat menguasai hidupnya sendiri. Self talk yang positif inilah inilah yang berperan dalam menurunkan gejala kognitif stes yang sebelumnya ia alami. Klien juga lebih dapat dapat mengontrol emosi, setelah belajar menantang pikiran negatif. Asumsi dalam TRE, keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai irasional menjadi penyebab dari dengan gangguan emosional dan perilaku (Ellis dalam Corey 1997).  Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Albert Ellis (1973), bahwa pikiran rasional akan membuat seseorang mampu hidup damai dalam kelompok sosial, berhubungan secara intim dengan beberapa orang dalam anggota tersebut, menikmati hal-hal yang rekreatif yang secara selektif dipilih.
Menurut Glading (dalam Lesmana 2005) manusia mempunyai sarana yang berasal dari dirinya sendiri untuk mengendalikan pikiran, perasaan, dan tindakannya, tetapi ia harus menyadari dulu apa yang dikatakan pada dirinya sendiri .

B.   Asumsi Dasar Perilaku Bermasalah


Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkah laku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkah laku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional. Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan.
Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah, didalamnya merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional. Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah:
1.       Tidak dapat dibuktikan
2.       Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu
3.       Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional disebabkan oleh:
1.       Individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyatan dan imajinasi
2.       Individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain
3.       Orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.
Indikator sebab keyakinan irasional adalah:
1.       Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan
2.       Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum
3.       Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya
4.       Lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya
5.       Penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut
6.       Pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang
7.       Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural\
8.       Nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
Menurut Albert Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran­-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:
1.       Mengabaikan hal-hal yang positif
2.       Terpaku pada yang negatif
3.       Terlalu cepat menggeneralisasi
Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga ke­yakinan irasional:
1. “Saya harus punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”
2. “Orang lain harus memahami dan mempertimbang­kan saya, atau mereka akan menderita”.
3. “Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa”.
C.   Tujuan
Tujuan dari RET ini antara lain:


1.       Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.

2.       Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.

Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan rasional-emotif :


1.       Insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.
2.       Insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
3.       Insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hembatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal :
(1) minat kepada diri sendiri, (2) minat sosial, (3) pengarahan diri, (4) toleransi terhadap pihak lain, (5) fleksibel, (6) menerima ketidakpastian, (7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya, (8) penerimaan diri, (9) berani mengambil risiko,(10) menerima kenyataan.
Ellis berulang kali menegaskan bahwa betapa pentingnya “kerelaan menerima diri-sendiri”. Dia mengatakan, dalam RET, tidak seorang pun yang akan disalahkan, dilecehkan, apalagi dihukum atas keyakinan atau tindakan mereka yang keliru. Kita harus menerima diri sebagaimana adanya, menerima sebagaimana apa yang kita capai dan hasilkan. Dia mengkritik teori-teori yang terlalu menekankan kemuliaan pribadi dan ketegaran ego serta konsep-konsep senada lainnya.
D.  Peran Terapis


Peran terapis di sini dibagi menjadi 2 yaitu:
1.       Aktif: berbicara, mengkonfrontasikan (yang irrasional), menafsirkan, menyerang falsafah yang menyalahkan diri
2.       Direktif
-          Menerangkan ketidakrasionalan yang dialami & yang ditunjukkan : verbal, sikap, perilaku)
-          Membujuk
-          Mengajari klien (untuk menggunakan metode-metode perilaku : PR, desentisasi, latihan asertif dsb

E.  Teknik
Beberapa teknik yang digunakan dalam RET ini adalah:
1.       Teknik Kognitif

Beberapa teknik kognitif yang cukup dikenal adalah:
1) Home Work Assigments (pemberian tugas rumah). Dalam teknik ini, klien diberikan tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan. Teknik ini sebenarnya dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap bertanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien, serta mengurangi ketergantungan kepada konselor atau terapis.
2) Assertive. Teknik ini digunakan untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan melalui; role playing(bermain peran), rehearsal (latihan), dan social modeling (meniru model-model sosial). Maksud utama teknik Assertive Training adalah untuk:
a) Mendorong kemampuan klien mengekspresikan seluruh hal yang berhubungan dengan emosinya;
b) Membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain;
c) Mendorong kepercayaan pada kemampuan diri sendiri; dan
d) Meningkatkan kemampuan untuk memilih perilaku-perilaku assertive yang cocok untuk dirinya sendiri.
Atau metode lain yang digunakan :
1.         mempertanyakan kebenaran dogma & pendapat klien secara empiris & logis
…”masa iya…”
…”coba buktikan…..”
2.         menggunakan statemen coping & statemen diri yang rasional & berulang-ulang (bersifat positif/rasional)
3.         mempertimbangkan keuntungan jika berubah & kerugian jika tidak berubah
4.         menggunakan metode psychoeduactional (audio-video cassette) mengisi kertas PR à cognitive self help
2.       Teknik Emotif Evokatif
Untuk membangkitkan perasaan-perasaan tertentu :
1.        self statemen (diri, PR)
2.        self dialogues (berdialog dengan diri sendiri) : …”apa iya..” ….masa iya..”
3.        imaginery (membayangkan) humor, cerita, role playing
3. Teknik-teknik Emotif (afektif):
1) Assertive Training, yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku tertentu yang diinginkan.
2)  Sosiodrama, yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang didramatisasikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan, ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis.
3)   Self Modeling, yakni teknik yang digunakan untuk meminta klien agar “berjanji” atau mengadakan “komitmen” dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu.
4) Imitasi, yakni teknik yang digunakan di mana klien diminta untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.

Daftar Pustaka
Latipun. 2001. Psikologi Konseling. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press
Weliangan, Hally &Taganing. 2009. Efektivitas terapi rasional emotif (tre) dalam mengurangi pikiran tidak rasional dan stres pada perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah Tangga (KDRT). Jurnal Universitas Gunadarma Proceeding PESAT (Psikologi, ekonomi, Sastra, Arsitektur, &Sipil) Vol 3.

0 komentar:

Posting Komentar