RATIONAL
EMOTIVE THERAPY
A. Pengertian dan Konsep Dasar
Rational Emotive Therapy
atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di Amerika pada tahun 1960-an oleh
Albert Ellis, yang berpandangan
bahwa RET merupakan terapi yang sangat komprehensif, yang menangani masalah-masalah
yang berhubungan dengan emosi, kognisi, dan perilaku.
Rasional emotive
adalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah
subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya.
Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu
kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak.
Pandangan
pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep
kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu,
yaitu Antecedent event (A), Belief (B),
dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal
dengan konsep atau teori ABC.
1.
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang
dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian,
tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi
siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi
seseorang.
2. Belief
(B) yaitu keyakinan,
pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan
seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau
rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan
yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk
akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak
rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak
masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
3. Emotional
consequence (C) merupakan
konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan
senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A).
Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh
beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang
iB.
Selain itu, Ellis
juga menambahkan D, E dan F untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan
(dispute; D) keyakinan-keyakinan
irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang
rasional. Sehingga lahir perasaan(feelings; F) yaitu perangkat perasaan
yang baru, dengan demikian kita tidak akan merasa tertekan, melainkan kita akan
merasakan segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada. Teori pendekatan DEF dari
ellis jika digambarkan dalam bentuk bagan adalah demikian:
D (disputing
intervention) E (effect) F (new Feeling)
-
D adalah yang meragukan atau membantah. Pada isensinya merupakan aplikasi dari
metode ilimiah untuk menolong klien membantah keyakinan irasional. Ellis dan
Bernard (1986) melukiskan tiga komponen dari proses membantah ini:
Pertama:
klien belajar cara mendeteksi keyakinan irasional mereka, terutama kemutlakan
seharusnya dan harus, sifat berlebihan, dan pelecehan pada diri sendiri.
Kedua: klien
memperdebatkan keyakinan yang disfungsional itu dengan belajar cara
mempertanyakan semua itu secara logis dan empiris dan dengan sekuat tenaga
mempertanyakan kepada diri sendiri serta berbuat untuk tidak mempercayainya.
Ketiga:
klien belajar untuk mendiskriminasikan keyakinan yang irasional dan rasional.
-
E adalah falsafah efektif, yang memiliki segi praktis. Falsafah rasional yang
baru dan efektif terdiri dari menggantikan yang tidak pada tempatnya dengan
yang cocok. Apabila itu berhasil maka akan tercipta F atau new feeling
-
F adalah perangkat perasaan yang baru. Kita tidak lagi merasakan cemas yang
sungguh-sungguh, melainkan kita mengalami segala sesuatu sesuai dengan situasi
yang ada.

B.
Asumsi Dasar Perilaku Bermasalah
Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya
adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional.
Ketika berpikir dan bertingkah laku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan
kompeten. Ketika berpikir dan bertingkah laku irasional individu itu menjadi
tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh
evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.
Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir
yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam
berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional. Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis
yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan.
Berpikir secara irasional akan
tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan
cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir
yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan
dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal
sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Dalam perspektif
pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah, didalamnya
merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional.
Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah:
1.
Tidak
dapat dibuktikan
2.
Menimbulkan
perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak
perlu
3.
Menghalangi
individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif
Sebab-sebab individu tidak mampu
berpikir secara rasional disebabkan oleh:
1.
Individu
tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyatan dan
imajinasi
2.
Individu
tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain
3.
Orang
tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan
kepada individu melalui berbagai media.
Indikator sebab keyakinan irasional
adalah:
1.
Manusia
hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari
segala sesuatu yang dikerjakan
2.
Banyak
orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam
sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum
3.
Kehidupan
manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat,
mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam
hidupnya
4.
Lebih
mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha
untuk menghadapi dan menanganinya
5.
Penderitaan
emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya
mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional
tersebut
6.
Pengalaman
masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan
menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang
7.
Untuk
mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang
menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural\
8.
Nilai
diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari
kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap
individu.
Menurut Albert Ellis juga menambahkan
bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi
“pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi
biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran-pikiran
yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:
1.
Mengabaikan
hal-hal yang positif
2.
Terpaku
pada yang negatif
3.
Terlalu
cepat menggeneralisasi
Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa
ada tiga keyakinan irasional:
1. “Saya harus
punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”
2. “Orang lain
harus memahami dan mempertimbangkan saya, atau mereka akan menderita”.
3. “Kenyataan
harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa”.
C.
Tujuan
Tujuan
dari RET ini antara lain:
1. Memperbaiki dan merubah sikap,
persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang
irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien
dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin
melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
2. Menghilangkan gangguan-gangguan
emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa
berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
Tiga tingkatan insight yang perlu
dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan rasional-emotif :
1.
Insight
dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan diri yang
dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan
keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada
saat yang lalu.
2.
Insight
terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang menganggu
klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional terus dipelajari
dari yang diperoleh sebelumnya.
3.
Insight
dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga,
yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hembatan emosional kecuali dengan
mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.
Klien yang telah
memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal :
(1) minat kepada
diri sendiri, (2) minat sosial, (3) pengarahan diri, (4) toleransi terhadap
pihak lain, (5) fleksibel, (6) menerima ketidakpastian, (7) komitmen terhadap
sesuatu di luar dirinya, (8) penerimaan diri, (9) berani mengambil risiko,(10)
menerima kenyataan.
Ellis berulang kali menegaskan bahwa
betapa pentingnya “kerelaan menerima diri-sendiri”. Dia mengatakan, dalam RET,
tidak seorang pun yang akan disalahkan, dilecehkan, apalagi dihukum atas
keyakinan atau tindakan mereka yang keliru. Kita harus menerima diri
sebagaimana adanya, menerima sebagaimana apa yang kita capai dan hasilkan. Dia
mengkritik teori-teori yang terlalu menekankan kemuliaan pribadi dan ketegaran
ego serta konsep-konsep senada lainnya.
D.
Peran Terapis
Peran
terapis di sini dibagi menjadi 2 yaitu:
1.
Aktif: berbicara, mengkonfrontasikan (yang irrasional), menafsirkan, menyerang falsafah
yang menyalahkan diri
2.
Direktif
-
Menerangkan
ketidakrasionalan yang dialami & yang ditunjukkan : verbal, sikap,
perilaku)
-
Membujuk
-
Mengajari
klien (untuk menggunakan metode-metode perilaku : PR, desentisasi, latihan
asertif dsb
E.
Teknik
Beberapa
teknik yang digunakan dalam RET ini adalah:
1.
Teknik Kognitif
Beberapa teknik kognitif yang cukup
dikenal adalah:
1) Home
Work Assigments (pemberian tugas rumah). Dalam teknik ini, klien diberikan tugas-tugas
rumah untuk melatih, membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai
tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan. Teknik ini sebenarnya dimaksudkan
untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap bertanggung jawab, kepercayaan pada
diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien, serta
mengurangi ketergantungan kepada konselor atau terapis.
2)
Assertive. Teknik ini digunakan untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan
perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan melalui; role playing(bermain
peran), rehearsal (latihan), dan social modeling (meniru model-model sosial).
Maksud utama teknik Assertive Training adalah untuk:
a)
Mendorong kemampuan klien mengekspresikan seluruh hal yang berhubungan dengan
emosinya;
b)
Membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa
menolak atau memusuhi hak asasi orang lain;
c)
Mendorong kepercayaan pada kemampuan diri sendiri; dan
d)
Meningkatkan kemampuan untuk memilih perilaku-perilaku assertive yang cocok
untuk dirinya sendiri.
Atau
metode lain yang digunakan :
1.
mempertanyakan
kebenaran dogma & pendapat klien secara empiris & logis
…”masa iya…”
…”coba buktikan…..”
2.
menggunakan
statemen coping & statemen diri yang rasional & berulang-ulang
(bersifat positif/rasional)
3.
mempertimbangkan
keuntungan jika berubah & kerugian jika tidak berubah
4.
menggunakan
metode psychoeduactional (audio-video cassette) mengisi kertas PR à cognitive self help
2.
Teknik Emotif Evokatif
Untuk membangkitkan perasaan-perasaan tertentu :
1.
self
statemen (diri, PR)
2.
self
dialogues (berdialog dengan diri sendiri) : …”apa iya..” ….masa iya..”
3.
imaginery
(membayangkan) humor, cerita, role playing
3. Teknik-teknik Emotif (afektif):
1) Assertive Training, yaitu teknik yang
digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien untuk secara
terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku tertentu yang diinginkan.
2) Sosiodrama, yang digunakan untuk
mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan
negatif) melalui suatu suasana yang didramatisasikan sedemikian rupa sehingga
klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan,
ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis.
3) Self Modeling, yakni teknik yang
digunakan untuk meminta klien agar “berjanji” atau mengadakan “komitmen” dengan
konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu.
4) Imitasi, yakni teknik yang digunakan di
mana klien diminta untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku
tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang
negatif.
Daftar Pustaka
K. Setiawan, Joko. 2011. Rational
emotive therapy . http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=rational+emotive+therapy+adalah.pdf&source=web&cd=18&cad=rja&ved=0CFQQFjAHOAo&url=http%3A%2F%2Fbocahbancar.files.wordpress.com%2F2009%2F01%2Fmakalah-rational-emotive-therapy-maret-2011-by-joko-setiawan.docx&ei=r-5wUe6pJYOIrQfizYD4Cw&usg=AFQjCNEhaoR9yZSTI4cwJHqh8Qp3vJ4STA&bvm=bv.45373924,d.bmk
Latipun.
2001. Psikologi Konseling. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang Press
Weliangan, Hally &Taganing. 2009. Efektivitas terapi rasional emotif
(tre) dalam mengurangi pikiran tidak rasional dan stres pada perempuan yang
mengalami kekerasan dalam rumah Tangga (KDRT). Jurnal Universitas Gunadarma Proceeding PESAT (Psikologi, ekonomi,
Sastra, Arsitektur, &Sipil) Vol 3.
0 komentar:
Posting Komentar