Halaman

Jumat, 12 Oktober 2012


Multikulturalisme

Multikulturalisme berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan cultural (budaya atau kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya. Budaya yang mesti dipahami, adalah bukan budaya dalam arti sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua dialektika manusia terhadap kehidupannya. Dialektika ini akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain. 
        Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.
Dari sinilah muncul istilah multikulturalisme. Banyak definisi mengenai multikulturalisme, diantaranya multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia -yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan- yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahamni sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam “politics of recognition” (Azyumardi Azra, 2007). Lawrence Blum mengungkapkan bahwa multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain.
Berbagai pengertian mengenai multikulturalisme tersebut dapat ddisimpulkan bahwa inti dari multikulturalisme adalah mengenai penerimaan dan penghargaan terhadap suatu kebudayaan, baik kebudayaan sendiri maupun kebudayaan orang lain. Setiap orang ditekankan untuk saling menghargai dan menghormati setiap kebudayaan yang ada di masyarakat. Apapun bentuk suatu kebudayaan harus dapat diterima oleh setiap orang tanpa membeda-bedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya masyarakat multikultural itu.
Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.
Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.
Kesadaran akan adanya keberagaman budaya disebut sebagai kehidupan multikultural. Akan tetapi tentu, tidak cukup hanya sampai disitu. Bahwa suatu kemestian agar setiap kesadaran akan adanya keberagaman, mesti ditingkatkan lagi menjadi apresiasi dan dielaborasi secara positif. pemahaman ini yang disebut sebagai multikulturalisme.
 jadi jangan khawatir dengan adanya keragaman budaya di dunia, ini adalah suatu yang unik :D

Mengutip S. Saptaatmaja dari buku Multiculturalisme Educations: A Teacher Guide To Linking Context, Process And Content karya Hilda Hernandes, bahwa multikulturalisme adalah bertujuan untuk kerjasama, kesederajatan dan mengapresiasi dalam dunia yang kian kompleks dan tidak monokultur lagi.
Lebih jauh, Pasurdi Suparlan memberikan penekanan, bahwa multikulturalisme adalah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individu maupun kebudayaan. Yang menarik disini adalah penggunaan kata ideologi sebagai penggambaran bahwa betapa mendesaknya kehidupan yang menghormati perbedaan, dan memandang setiap keberagaman sebagai suatu kewajaran serta sederajat.
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.
Selanjutnya Suparlan mengutip Fay (1996), Jary dan Jary (1991), Watson (2000) dan Reed (ed. 1997) menyebutkan bahwa multikulturalisme ini akan menjadi acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan seperti sebuah mosaik. Dengan demikian, multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari beraneka ragam latar belakang kebudayan.
Multikulturalisme berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya dibatasi dengan muatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu.
§  “Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007)
§  Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan (“A Multicultural society, then is one that includes several cultural communities with their overlapping but none the less distinc conception of the world, system of [meaning, values, forms of social organizations, historis, customs and practices”; Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007)
§  Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174)
§  Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002, merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000)
§  Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’ Muzhar).


Psychological Acculturation


Perkembangan penting  dari studi tentang akulturasi didapat dari Graves (1967), yang membedakan akulturasi antara tingkat individu dan pada tingkat kelompok. Dia merujuk akulturasi psikologis  (psychological acculturation) mengindikasikan perubahan yang dialami pada tingkat individu,  dan perilaku serta identitas sebagai hal yang dihubungkan dalam perubahan sosial pada tingkat kelompok (dalam Berry dkk, 1996; 1999). Pada tingkat  individu, semua aspek perilaku yang ada dalam individu akan dirujuk sebagai perilaku yang akan berubah, yang akan menjadi dua komponen perilaku dalam strategi akulturasi individu  tersebut (Berry dkk., 1999), yaitu melindungi kebudayaan dan mempelajari kebudayaan. Kedua komponen tersebut jarang dapat dilakukan dengan sempurna dalam satu kegiatan, tetapi lebih sering keduanya dilakukan secara selektif, yang akan menghasilkan dua sikap, mempertahankan atau berubah.
Akulturasi psikologis dalam matriks akulturasi menurut John Berry, sehingga didapatkan penjelasan bahwa ketika individu yang masing-masing memiliki perbedaan latar belakang budaya dihadapkan pada fenomena perubahan budaya dalam kelompoknya maka individu melakukan akulturasi psikologis sebagai upaya mempertahankan identitas budayanya. Akulturasi psikologis (psychological acculturation) mengindikasikan perubahan yang dialami pada tingkat individu,  dan perilaku serta identitas sebagai hal yang dihubungkan dalam perubahan sosial pada tingkat kelompok. Pada tingkat individu, semua aspek perilaku yang ada dalam individu akan dirujuk sebagai perilaku yang akan berubah, yang akan menjadi dua komponen perilaku dalam strategi akulturasi individu tersebut yaitu melindungi kebudayaan dan mempelajari kebudayaan. Tapi ketika keduanya tidak dapat dijalani dengan sempurna maka terdapat dua pilihan yaitu untuk mempertahankan atau berubah sesuai kebudayaan yang dianggap lebih dominan.
Dalam konteks akulturasi psikologis dari komponen perilaku dalam konsekuensi melindungi kebudayaannya, subjek melakukan strategi Integrasi. Integrasi didefinisikan sebagai budaya luar (cultural maintenance) yang berkombinasi dengan budaya lokal (host society). Dengan kata lain, individu tetap memegang budayanya tetapi bersamaan dengan hal tersebut individu ingin turut berpartisipasi.
Akulturasi psikologis kerap berlawanan dengan  pengalaman baru individu. Akulturasi psikologis merupakan stresor yang menantang individu yang mampu menurunkan status kesehatan mental individu. Pada model akulturatif stres, strategi integrasi dalam mengantisipasi memunculkan dengan kesehatan mental individu yang optimal, sebaliknya strategi marjinalisasi menurunkan kualitas kesehatan mental (Giddens, 1998).
Selain itu juga beberapa  penelitian menemukan bahwa strategi akulturasi psikologis juga berkaitan dengan kesehatan mental individu. Melalui studi yang dilakukan di Asia Selatan (Krishnan dan Berry, dalam Berry 1998) menemukan bahwa integrasi akulturasi psikologis berkaitan dengan rendahnya tingkat stres,  separation  berperan pada stres psikosomatik (psychosomatic stress) dan asimilasi memberikan  peran pada munculnya stres psikologis (psychological stress). Studi pada tempat yang  lain juga menemukan hal yang sama, yaitu asimilasi dan marjinalisasi berperan terhadap munculnya evaluasi negatif individu, tendensi depresi, stres psikologis dan stres psikosomatis.
Integrasi akulturasi psikologis dapat dengan mudah dilakukan oleh individu ketika budaya non dominan dapat mengadopsi beberapa nilai fundamental budaya yang dominan dan pada saat yang bersamaan budaya yang dominan juga mampu beradaptasi dengan lembaga masyarakat, misalnya pendidikan, kesehatan dan pekerjaan. Selain itu faktor-faktor seperti rendahnya prasangka (etnosentris, rasis dan diskriminasi) yang dapat memperlancar adanya kerjasama yang saling menguntungkan juga dipertimbangkan sebagai faktor yang berpengaruh. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jayasurya (dalam Berry, 1998) menemukan bahwa individu yang memiliki orientasi terhadap proses akluturasi dan ingin berperan serta pada tataran masyarakat yang lebih luas dan menahan latar belakang nilai yang dimilikinya, cenderung dapat mengakomodasi proses akulturasi psikologis. 
Secara psikologis, dampak dari akulturasi adalah  stress pada individu-individu yang berinteraksi dalam pertemuan-pertemuan kultur tersebut. Fenomena ini diistilahkan dengan kejutan budaya (culture shock). Culture shock didefinisikan sebagai kegelisahan yang mengendap yang muncul dari kehilangan semua lambang dan simbol yang familiar dalam hubungan sosial (Samovar, Porter dan Mc. Daniel, 2007: 335) Pembahasan tentang masalah culture shock juga perlu memahami tentang perbedaan antara pengunjung sementara (sojourners) dan seseorang yang memutuskan untuk tinggal secara permanen (settlers).  Ada perbedaan antara pengunjung sementara (sojourners) dengan orang yang mengambil tempat tinggal tetap, misalnya di suatu negara (settler). Seperti  yang dikatakan oleh Bochner (dalam Samovar, Porter dan Mc. Daniel, 2007: 334), perhatian mereka terhadap pengalaman kontak dengan budaya lain berbeda, maka reaksi mereka pun berbeda.
Reaksi terhadap culture shock bervariasi antara individu yang satu dengan individu lainnya dan dapat muncul pada waktu yang berbeda. Rekasi-reaksi yang mungkin terjadi, antara lain:
1. antagonis/ memusuhi terhadap lingkungan baru.
2. rasa kehilangan arah
3. rasa penolakan
4. gangguan lambung dan sakit kepala
5. homesick / rindu pada rumah/ lingkungan lama
6. rindu pada teman dan keluarga
7. merasa kehilangan status dan pengaruh
8. menarik diri
9. menganggap orang-orang dalam budaya tuan rumah tidak peka (Samovar,
Porter dan Mc. Daniel, 2007: 335)
Meskipun ada berbagai variasi reaksi terhadap culture shock dan perbedaan jangka waktu penyesuaian diri, sebagian besar literatur menyatakan bahwa orang biasanya melewati empat tingkatan culture shock. Keempat tingkatan ini dapat digambarkan dalam bentuk kurva U, sehingga disebut U-curve(dalam Samovar, Porter dan Mc. Daniel, 2007: 336).
1. Fase Optimistik (Optimistic Phase), fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan, dan  euphoria sebagai antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru.
2. Fase Masalah Kultural (Cultural Problems), fase kedua di mana masalah dengan lingkungan baru mulai berkembang. Fase ini biasanya ditandai dengan rasa kecewa dan ketidakpuasan. Ini adalah periode krisis dalam culture shock.
3. Fase Kesembuhan (Recovery Phase), fase ketiga dimana orang mulai mengerti mengenai budaya barunya
4. Fase Penyesuaian (Adjustment Phase), fase terakhir dimana orang telah mengerti elemen kunci dari budaya barunya (nilai-nilai, khusus, keyakinan dan pola komunikasi).


sumber

Selasa, 09 Oktober 2012




Acculturation and Intercultural communication



Akulturasi
Definisi yang saya tahu mengenai akulturasi adalah Perpaduan dua budaya tanpa menghilangkan budaya aslinya. Terdengar singkat dan jelas. Namun saya akan membahas mengenai akulturasi secara lebih mendalam dari referensi yang saya dapat.
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Contoh akulturasi: Saat budaya rap dari negara asing digabungkan dengan bahasa Jawa, sehingga menge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa. Ini terjadi di acara Simfoni Semesta Raya.
Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain. Misalnya, bila sekelompok imigran kemudian berdiam di Amerika Serikat (kultur tuan rumah), kultur mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur tuan rumah ini. Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara berperilaku, serta kepercayaan dari kultur tuan rumah akan menjadi bagian dari kultur kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, kultur tuan rumah pun ikut berubah.
Dalam hal ini terdapat perbedaan antara bagian kebudayaan yang sukar berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (covert culture), dengan bagian kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (overt culture). Covert culture misalnya:
1) sistem nilai-nilai budaya,
2) keyakinan-keyakinan keagamaan yang dianggap keramat,
3) beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat
4) beberapa adat yang mempunyai fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat. Sedangkan  overt culture misalnya kebudayaan fisik, seperti alat-alat dan benda-benda yang berguna, tetapi juga ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan rekreasi yang berguna dan memberi kenyamanan.
Hasil alkutulrasi
a.Menara kudus, akulturasi antara Islam (fungsinya sebagai masjid) dengan Hindu (ciri fisik menyerupai bangunan pura pada agama Hindu)

b. Wayang, akulturasi kebudayaan Jawa (tokoh wayang: Semar, Gareng, Petruk, Bagong) dengan India (ceritanya diambil dari kitab Ramayana dan Mahabharata)

c. Candi Borobudur, akulturasi antara agama Budha (candi digunakan untuk ibadah umat Budha) dengan masyarakat sekitar daerah Magelang (relief pada dinding candi menggambarkan kehidupan yang terjadi di daerah Magelang dan sekitarnya)

d. Seni kaligrafi, akulturasi kebudayaan Islam (tulisan Arab) dengan kebudayaan Indonesia (bentuk-bentuknya bervariasi)Pengaruh Akulturasi terhadap perkembangan psikologi individu

Akulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing.


Internakultural
Sedangkan Internakultural atau bisa juga disebut dengan komunikasi antar budaya, dipahami sebagai komunikasi antar manusia dari budaya yang berbeda. Gudykunst memandang komunikasi antar budaya sebagai salah satu bentuk tipe dari komunikasi antar kelompok
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.
Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.
Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among people of diverse culture.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
1.    Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;
2.    Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama;
3.    Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;
4.    Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara.

Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya

Fungsi Pribadi

Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.
§  Menyatakan Identitas Sosial
Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.
§  Menyatakan Integrasi Sosial
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi, antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses pertukaran pesan komunikasi antarbudaya adalah: saya memperlakukan anda sebagaimana kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya kehendaki. Dengan demikian komunikator dan komunikan dapat meningkatkan integrasi sosial atas relasi mereka.
§  Menambah Pengetahuan
Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing.
§  Melepaskan Diri atau Jalan Keluar
Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencri jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu kita namakan komunikasi yang berfungsi menciptakan hubungan yang komplementer dan hubungan yang simetris.
Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai perlaku yang berbeda. Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan.Sebaliknya hubungan yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya.

Fungsi Sosial

§  Pengawasan
Funsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan"perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.
§  Menjembatani
Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakanjembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.
§  Sosialisasi Nilai
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
§  Menghibur[4]
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya. Misalnya menonton tarian hula-hula dan "Hawaian" di taman kota yang terletak di depan Honolulu Zaw, Honolulu, Hawai. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya.

Prinsip-Prinsip Komunkasi Antarbudaya

§  (( terdapatnya golongan ningrat sebagai budaya yang tertinggi))
hal ini terlihat dari adanya ketimpangan pemlihan calon gubernur yang mengharuskan dari keturunan darah biru.
§  Relativitas Bahasa
Gagasan umum bahwa bahasa memengaruhi pemikiran dan perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis linguistik. Pada akhir tahun 1920-an dan disepanjang tahun 1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa memengaruhi proses kognitif kita. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang dunia.
§  Bahasa Sebagai Cermin Budaya
Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalamisyarat-isyarat nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya (dan, karenanya, makin besar perbedaan komunikasi), makin sulit komunikasi dilakukan.Kesulitan ini dapat mengakibatkan, misalnya, lebih banyak kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).
§  Mengurangi Ketidak-pastian
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-pastian dam ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi kita berusaha mengurangi ketidak-pastian ini sehingga kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku orang lain. Karena letidak-pasrtian dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidak-pastian dan untuk berkomunikasi secara lebih bermakna.
§  Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness) para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif. Positifnya, kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada. ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.
§  Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya
Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun kita selalu menghadapi kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya.
§  Memaksimalkan Hasil Interaksi
Dalam komunikasi antarbudaya - seperti dalam semua komunikasi - kita berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank (1989) mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang akan berintraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, anda mungkin menghindarinya. Dengan demikian, misalnya anda akan memilih berbicara dengan rekan sekelas yang banyak kemiripannya dengan anda ketimbang orang yang sangat berbeda.
Kedua, bila kita mendapatkan hasil yang positif, kita terus melibatkan diri dan meningkatkan komunikasi kita. Bila kita memperoleh hasil negatif, kita mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi.
Ketiga, kita mebuat prediksi tentang mana perilaku kita yang akan menghasilkan hasil positif. dalam komunikasi, anda mencoba memprediksi hasil dari, misalnya, pilihan topik, posisisi yang anda ambil, perilaku nonverbal yang anda tunjukkan, dan sebagainya.Anda kemudian melakukan apa yang menurut anda akan memberikan hasil positif dan berusaha tidak melakukan apa yang menurut anda akan memberikan hasil negatif.

Akulturasi dan Relasi Intercultural

Jadi terdapat hubungan atau relasi antara akulturasi dengan intercultural. Ada pun salah satunya akulturasi dapat terwujud dengan adanya peran dari intercultural yaitu proses komunikasi antar budaya merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Dari proses komunikasi budaya yang berbeda tersebut secara langsung ataupun tidak langsung tercipta akulturasi yaitu Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Singkatnyanya dari komunikasi berbeda budaya menghasilkan perpaduan budaya yang berbeda juga namun tanpa menghilangkan unsur kebudayaan kelompok masing-masing.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/poerwanti-hadi-pratiwi-spd-msi/asimilasi-akulturasi.pdf

Selasa, 02 Oktober 2012


Biological and Cultural Transmission and the early development and parenting



Beberapa bentuk transmisi budaya dan pengaruhnya terhadap perkembangan psikologi individu
1.     Enkulturasi
Enkulturasi adalah Proses penerusan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya selama hidup seseorang individu dimulai dari insttitusi keluarga terutama tokoh ibu.
Enkulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui proses belajar dan penyesuaian alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.
Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur (budaya) ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur, bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok, teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama dibidang kultur. Enkulturasi terjadi melalui mereka.
2.Sosialisasi
Sosisalisasi adalah proses pemasyarakatan, yaitu seluruh proses apabila seorang individu dari masa kanak-kanak sampai dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, sosialisasi adalah suatu proses di mana anggota masyarakat baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana ia menjadi anggota.
Pengaruh Sosialisasi terhadap perkembangan psikologi individu
Sosiologi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui proses pemasyarakatan, yaitu seluruh proses apabila seorang individu dari masa kanak-kanak sampai dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain dalam masyarakat.
3.Akulturasi
Akulturasi  adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain. Misalnya, bila sekelompok imigran kemudian berdiam di Amerika Serikat (kultur tuan rumah), kultur mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur tuan rumah ini. Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara berperilaku, serta kepercayaan dari kultur tuan rumah akan menjadi bagian dari kultur kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, kultur tuan rumah pun ikut berubah.
Pengaruh Akulturasi terhadap perkembangan psikologi individu
Akulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing.
Kesamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal transmisi budaya melalui awal masa perkembangan dan pola kelekatan pada ibu atau pengasuh.
Transmisi budaya dapat terjadi sesuai dengan awal pengembangan dan pengasuhan yang terjadi pada masing-masing individu. Dimana proses seperti enkulturasi, sosialisasi ataupun akulturasi yang mempengaruhi perkembangan psikologis individu tergantung bagaimana individu mendapat pengasuhan dan bagaimana lingkungan yang diterimanya.
Pada keluarga bangsawan dan priyayi Jawa, anak-anak diasuh oleh para pembantu yang biasanya di sebutemban. Selain emban ada juga inya yang bertugas menyusui dan wuucumbu (abdi pendampng). Pembagian tugas yang seperti demikian ternyata diikuti juga oleh keluarga Belanda, Indo, dan priyayi baru. Anak-anak meraka diasuh oleh para babu, jongos, dan sopir. Para pembantu rumah tangga tersebut tidak hanya sekedar mengurus rumah tetapi juga menjaga anak-anak para majikan mereka dan pembagian kerja seperti itu tidak dikenal di negara Belanda.
Jelas dari hal tersebut, kelekatan (attachment) antara anggota keluarga misalnya anak dan orang tuanya tidak akan begitu kuat dikarenakan intensitas pertemuan dan melakukan kegiatan bersama, anak lebih sering dilakukan dengan pengasuh dan bukan orang tuanya sendiri. Perkembangan yang terjadi pada anak yang diasuh oleh para pengasuh tersebut juga akan berbeda dibanding dengan perkembangan anak pada masyarakat biasa.
Persamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal transmisi budaya melalui masa remaja. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.
Pada dasarnya remaja memiliki semangat yang tinggi dalam aktivitas yang digemari. Mereka memiliki energi yang besar, yang dicurahkannya pada bidang tertentu, ide-ide kreatif terus bermunculan dari pikiran mereka. Selain itu, remaja juga memiliki rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Untuk menuntaskan rasa ingin tahunya, mereka cenderung menggunakan metode coba-coba. Sebagai contoh, ketika berkembang sistem belajar yang menyenangkan atau disebut Quantum Learning, remaja cenderung mencoba hal tersebut. Namun hal ini tidak terbatas hanya pada budaya yang bersifat positif, tapi juga pada budaya negatif. Misalnya, ketika berkembang budaya “clubbing” di kota-kota besar, sebagian besar remaja marasa tertarik untuk mencoba, sehingga ketika sudah merasakan kelebihannya, perbuatan itu terus dilakukan.
Selanjutnya yang kedua ialah faktor eksternal. Keluarga berperan penting dalam membimbing remaja untuk menentukan yang baik atau tidak untuk dilakukan. Orang tua memegang peranan utama didalam sebuah keluarga. Segala tindakanya akan berpengaruh besar terhadap perkembangan fisik dan psikis anak. Remaja dengan orang tua yang memperhatikan mereka cenderung dapat memilah pergaulan yang berdampak positif atau negatif bagi mereka. Kemudian, lingkungan turut mempengaruhi pergaulan.
Untuk mengantisipasi dampak tersebut, Remaja seharusnya dapat memilah dan menyaring perkembangan budaya saat ini, jangan menganggap semua pengaruh yang berkembang saat ini semuanya baik, karena belum pasti budaya barat tersebut diterima dan dianggap baik oleh Budaya Timur kita.
sumber